Tema : Artikel keilmuan Rekam Medis
KOMPETENSI PEREKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN MENGHADAPI MEA DAN SISTEM INA CBGS
Dewasa ini, kompetensi profesi di berbagai bidang semakin ditingkatkan terutama dalam era menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Tujuan Masyarakat Ekonomi Asean yakni meningkatkan daya saing dan kesejahteraan ASEAN melalui integrasi ekonomi demi memperkecil jurang perbedaan pembangunan. Isu isu strategis meliputi misi pemerintah dalam peningkatan daya saing jelas-jelas menjadi tantangan bagi hampir seluruh sistem industri serta profesi yang mulai mempersyaratkan kompetensi terutama praktisi Manajemen Informasi Kesehatan.
Kemampuan praktisi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) di Indonesia masih minim baik dari segi pendidikan, kualitas para lulusannya, maupun pemahaman para pendidik MIK. Hal ini dibuktikan dengan adanya sarana pendidikan yang belum terakreditasi, tidak ada pengecekan kualitas ilmu yang diajarkan, masih keilmuan dasar dimana kurang sesuai dengan tingkat keilmuan global, penguasaan iptek lulusan MIK terbatas dan tenaga pengajar MIK yang tidak up to date terhadap paradigma terbarukan. Masalah yang mendasar bagi praktisi, mahasiswa MIK dan pendidik nya ialah kemampuan berbahasa asing. Bagaimana bisa bersaing secara internasional jika kemampuan bahasa Inggris masih level rendah?
Kondisi pendidikan professional MIK ysng kurang berkualitas akan berdampak dengan masuknya Sumber Daya Manusia asing yang mengerjakan pekerjaan para lulusan MIK. Hal ini telah disinggung secara global bidang MIK dunia. Demi menunjang kompetensi profesional MIK, tanggal 30 Juni 2015 lalu Global Health Workorce Council (GHWC) bekerjasama dengan AHIMA – IFHIMA telah memfinalisasi kurikulum berbasis kompetensi dalam bidang MIK, Informatika Kesehatan dan Teknologi Komunikasi & Informasi Kesehatan menjadi 29 kompetensi. Kompetensi dasar tersebut dirancang untuk satu dekade kedepan. Namun tidak bisa statis melainkan dapat berubah mengikuti modernisasi global.
Dengan adanya 29 kompetensi global tersebut tentunya para profesional MIK harus selalu up to date mencari sumber refensi baik local maupun global. Pelatihan secara berlanjut, mengikuti seminar seminar sangat diperlukan untuk mengetahui paradigma terbarukan. Di Indonesia sendiri telah menerapkan peraturan dalam Undang-Undang no. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan pasal 44 yaitu
“Pasal 44
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
setelah memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
- memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
- memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
- memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
- membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
- memiliki STR lama;
- memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
- memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
- membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
- telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
- memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.”
Tenaga kesehatan yang dimaksud dalam undang – undang diatas termasuk dengan tenaga keteknisian medis yaitu perekam medis dan informasi kesehatan (pasal 11.11).
Dalam sistem pembiayaan INA CBG, Indonesia menerapkan system casemix dimana coder sangat menentukan tarif. Pengkode bertugas mengkode diagnosis menggunakan ICD 10 dan kode tindakan berdasar ICD 9 CM untuk pola tarif dan penggantian biaya perawatan. Sehingga ketepatan pengkodean dalam hal ini sangat penting. Kode yang salah dapat mempengaruhi tarif, sehingga diperlukan seorang coder yang handal dan mumpuni dalam menggunakan ICD 10 dan ICD 9 CM.
Pilot test ICD 10 digunakan WHO FIC EIC – IFHIMA – AHIMA untuk mengukur tantangan pengkode global. Hal ini dapat digunakan untuk tolok ukur seorang coder yang handal di mata internasional. Tahun 2012, Indonesia sudah melaksanakan pilot test tersebut pada 105 pengkode Indonesia yang sudah berpengalaman minimal 2 tahun, berpengetahuan 3 volume ICD 10. Standar WHO dalam pilot test ICD 10 adalah 85% sedang Indonesia mendapatkan skor 31,39%. Hal ini membuktikan bahwa mutu coder di Indonesia masih level rendah. Akibat rendahnya nilai pengkode di Indonesia, organisasi profesi yakni PORMIKI menerbitkan 6 modul untuk pilot test lanjutan.
Selain pilot test, seorang pengkode juga wajib untuk update ICD terbaru. ICD 10 akan selalu di update oleh WHO mengikuti perkembangan penyakit di dunia. Terdapat update ICD 10 untuk implementasi tahun 2016 ada di lampiran.
Dalam menghadapi MEA, praktisi MIK harus memahami dan menguasai ilmu MIK terbarukan. Gunakan teori, teknik, praktik sesuai soal ICD 10 dari WHO FIC EIC – IFHIMA bukan hanya ala kampus saja. Hal ini demi meningkatkan kompetensi praktisi MIK dan coder Indonesia dapat diakui di mata Internasional, terutama dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean akhir-akhir ini.
Untuk update mengenai macam-macam International Classifications of Diseases (ICD) klik disini http://www.who.int/classifications/icd/en/
Sumber :
Hatta, Gemala. 2015. Kompetensi Perekam medis dan Manajemen Informasi Kesehatan menghadapi MEA, Pra Pilot Test ICD 10 dan sistem INA CBGs (JKN). Kuliah Umum PMIK dalam menghadapi MEA dan JKN D3 Rekam Medis UGM. 2015.
Dinas Kesehatan DIY. 2015. Kebijakan Dinkes DIY terkait Perekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam menghadapi Sistem INA CBG’s dan MEA. Kuliah Umum PMIK dalam menghadapi MEA dan JKN D3 Rekam Medis UGM. 2015.
UU nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Diakses dari https://healthmoslemcommunity.files.wordpress.com/2015/03/uu_no_36_2014.pdf
http://www.who.int/classifications/icd/updates/Official_WHO_updates_combined_1996_2012_Volume_2.pdf?ua=1
Update ICD terbaru implementasi 2016 release 2017 adalah sbb
Lampiran UPDATE ICD-10
Implementasi January 2016
ICD-10 Volume 1
Instruction |
Tabular list entries |
Source |
Date approved |
Major/ Minor update |
Implementation date |
Add inclusion term and note |
G25 Other extrapyramidal and movement disorders G25.8 Other specified extrapyramidal and movement disorders Akathisia (drug-induced) (treatment-induced) Restless legs syndrome Stiff-man syndrome Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify drug, if drug-induced |
Australia 1928 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Add inclusion |
W80 Inhalation and ingestion of other objects causing obstruction of respiratory tract Includes: asphyxia by … aspiration NOS aspiration and inhalation of foreign body, except food or vomitus (into respiratory tract), NOS |
MRG 1902 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Delete inclusion |
W84 Unspecified threat to breathing Includes: asphyxiation NOS aspiration NOS suffocation NOS |
MRG 1902 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
ICD-10 Volume 2
Instruction |
Instruction manual entries |
Source |
Date approved |
Major/ Minor update |
Implemen-tation date |
|
Add Text |
4.2.2 Accepted and rejected sequences for the selection of underlying cause of death for mortality statistics This section lists sequences of causes of death that should be accepted or rejected when selecting the underlying cause of death…. … A. Rejected sequences When applying the General Principle and the selection rules, the following relationships should be rejected: (a) Infectious diseases … The following infectious and parasitic diseases should not be accepted as due to any other disease or condition (not even HIV/AIDS, malignant neoplasms or immunosuppression): • leptospirosis (A27) • leprosy (Hansen’s disease) (A30) • tetanus, diphtheria, whooping cough, scarlet fever, meningococcal disease (A33-A39) • diseases due to Chlamydia psittaci (A70) • trachoma (A71) • rickettsioses (A75-A79) |
MRG 1969 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
ICD-10 Volume 3
Instruction |
Alphabetic index entries |
Source |
Date approved |
Major/ Minor update |
Implementation date |
Revise modifiers and codes |
Akathisia, treatment-induced G21.1 (drug-induced) (due to drugs) (treatment-induced) G25.8 |
Australia 1928 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise codes and subterms |
Arthritis, arthritic (acute) (chronic) (subacute) M13.9 – Charcot’s (tabetic) A52.1† M14.6* G98† M14.6* – – diabetic (see also E10-E14 with fourth character .6) E14.6† M14.6* – – nonsyphilitic NEC G98† M14.6* – – syphilitic (tabetic) A52.1† M14.6* – – syringomyelic G95.0† M49.4* … |
Australia 1924 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise codes and subterms |
Arthropathy (see also Arthritis) M13.9 – Charcot’s (tabetic) A52.1† M14.6* G98† M14.6* – – diabetic (see also E10-E14 with fourth character .6) E14.6† M14.6* – – nonsyphilitic NEC G98† M14.6* – – syphilitic (tabetic) A52.1† M14.6* – – syringomyelic G95.0† M49.4* … – neurogenic, neuropathic (Charcot) (tabetic) A52.1† M14.6* G98† M14.6* – – diabetic (see also E10-E14 with fourth character .6) E14.6† M14.6* – – nonsyphilitic NEC G98† M14.6* – – syphilitic (tabetic) A52.1† M14.6* – – syringomyelic G95.0† M49.4* |
Australia 1924 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise codes and subterms |
Charcot’s – arthropathy (tabetic) A52.1† M14.6* G98† M14.6* – – diabetic (see also E10-E14 with fourth character .6) E14.6† M14.6* – – nonsyphilitic NEC G98† M14.6* – – syphilitic (tabetic) A52.1† M14.6* – – syringomyelic G95.0† M49.4* – cirrhosis K74.3 |
Australia 1924 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise codes and subterms |
Disease, diseased — see also Syndrome … – joint M25.9 – – Charcot’s (tabetic)A52.1†, M14.6* G98† M14.6* – – – diabetic (see also E10-E14 with fourth character .6) E14.6† M14.6* – – – nonsyphilitic NEC G98† M14.6* – – – syphilitic (tabetic) A52.1† M14.6* – – – syringomyelic G95.0† M49.4* |
Australia 1924 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise text |
Hematoma (traumatic) (skin surface intact) (see also Injury, superficial) T14.0 . . . – subdural (traumatic) S06.5 – – fetus or newborn (localized) P52.8 – – birth injury P10.0 – – nontraumatic (see also Hemorrhage, subdural) I62.0 |
MRG 1905 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise codes and subterms |
Hemorrhage, hemorrhagic R58 . . . – subdural (acute) (nontraumatic)(traumatic) I62.0 S06.5 – – birth injury P10.0 – – fetus or newborn (anoxic) (hypoxic) P52.8 – – – birth injury P10.0 – – nontraumatic I62.0 – – spinal G95.1 – – traumatic S06.5 |
MRG 1905 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Add subterm |
Sequestration – see also Sequestrum – disk – see Displacement, intervertebral disk – lung, congenital Q33.2 |
Australia 1929 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Revise code at lead term |
Aspiration W84.-W80 – food (any type) (into respiratory tract) (with asphyxia, obstruction respiratory tract, suffocation) W79 |
MRG 1902 |
October 2012 |
Major |
January 2016 |
Ternyata peran perekam medis juga penting ya… dalam menghadapi MEA praktisi MIK juga harus meningkatkan kemampuanya. Menarik sekali… Terima kasih atas informasinya, sangat bermanfaat 🙂
Penting fris..terutama peran coder..kita harus meningkatkan kemampuan biar tidak kalah bersaing sama negara lain. 😉
terimakasih kembali 😀
Wah… iya ya… kalau tidak segera ditingkatkan bisa jadi negara Indonesia ini merosot jauh di bawah negara lain. Walaupun hanya pada satu profesi, yaitu coder, tetap saja sangat membantu dalam meningkatkan daya saing 😀
Betul sekali itu.. apapun profesi kita, meningkatkan keprofesionalan kita adalah wajib. Hal ini setidaknya dapat membantu Indonesia menjadi lebih baik..